Laman

7.4.11

Kisah tentang Niqab di Hong Kong

Senyum dan tangis yang bisa
dijadikan gambaran curahan
hatiku saat berjalan dalam balutan
jilbab dan niqab selama dinegara
Beton. Hong Kong, negara Andy
Lau dan Jacky Chan dijuluki dengan sebutan negara beton,
karena wilayah China yang pernah
dipimpin British ini betul-betul
negara yang banyak apartemen-
apartemen dan bangunan mewah
yang dibeton. Di kota Hong Kong mayoritas masyarakat tinggal di
apartemen. Negara yang bisa disebut negara
sekuler ini menjanjikan limpahan
materi, menyalakan keimanan
sangat penting. Godaan duniawi
mampu meluluhkan iman
seseorang. Namun, tidak sedikit pula warga Indonesia yang justru
menemukan hidayah Islam di
Hong Kong. Kerasnya ujian dan
keringnya nilai kekeluargaan pada
lingkungan membuat nurani
dituntut berpikir cerdas. Awalnya saya bercadar karena
ada keinginan kuat dari hati, ingin
meneladani cara hidup wanita-
wanita mulia di zaman Rasulullah.
Mereka yang terkenal kemuliaan
akhlak dan imannya, sangat menjaga aurat dan pemalu. Tidak
lama kemudian, Subhanallah,
teman-teman mengikuti langkah
ini, jadilah beberapa dari kami
mengenakan cadar. Meskipun ilmu
kami sangat minim, namun apapun usaha yang kami mampu kami
kerjakan dulu. Suka duka cadar selama melekat
ditubuh ini mencipta haru-biru
dan senyum riang. Suatu ketika saat ingin
menunaikan ibadah sholat
dimasjid Jami’ Tsim Sha Tsui, saya pernah dihujat sebagai orang
fanatik yang over. Senyum saja,
mereka belum tahu, tidak bisa
disalahkan pandangan ini jika
yang melontarkan kata tersebut
benar-benar belum tahu. Suatu hari, saat berada dalam
sebuah kereta umum bawah tanah
atau yang disebut MTR, seorang
lelaki China memandang saya
dengan penuh ketidaksukaan, saya
tersenyum dalam hati. Alhamdulillah, Allah menjadikan
saya muslimah yang mengenal-
Nya. Suatu hari lagi, saat berjalan
disebuah taman salah satu sudut
kota Hong Kong, seorang wanita
China mengatakan “Budak Hitam” ketika melihat saya. Subhanallah,
iman ini justru menyala,
tertantang untuk terus
menguatkan niat bercadar dan
memperkenalkan islam pada
mereka. Ada lagi kisah yang membuat saya
tersenyum geli bercampur miris.
Saat berjalan di sebuah taman,
saya dikejutkan kakek berusia
tujuhpuluhan tahun mengatakan
begini, “Kwai leikah, emhai yan.” Artinya, dia hantu, bukan orang.
Lalu beberapa langkah lagi kaki
berjalan, kerumunan wanita
Indonesia berdandan tomboy
berkata seperti ini, “Wah kok ada ninja hatori jalan disini.” Saya tidak marah, tidak tersinggung,
saya geli mendengarnya. Sungguh, cadar bukanlah pakaian
menakutkan seperti yang ada
dalam benak dan pandangan
mereka. Begitulah kisah-kisah
niqab yang terjadi yang bisa saya
himpun, saya berharap warga Indonesia khususnya muslim
tidak merasa asing dengan niqab,
apalagi berpikir buruk dengan
citra cadar pada Muslimah yang
berusaha sempurna dalam
menutup aurat. Penulis: Yulianna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukan anda