Laman

6.7.10

HARAPAN UNTUK SAHABATKU…

Kenangan..
di saat bersama.. masih dalam ingatan
saling membantu menghadapi permasalahan
tak mengharap balas budi dan imbalan
jutaan kebaikan dengan tulus di persembahkan
kini.. hanya kenangan..
bayangan.. kerinduan..
terus menggelora menghantui perasaan
takkan punah sampai akhir zaman
kau memang seorang kawan..
telah kau lukiskan ma’na hakiki persahabatan
bahwa hakikat persahabatan adalah persaudaraan
bahwa persaudaraan adalah keimanan
bahwa persaudaraan adalah ketulusan
bahwa persaudaraan adalah pengorbanan
bahwa persaudaraan adalah kebersamaan sekalipun dalam kesusahan
bahwa persaudaraan adalah saling menasehati dalam kebaikan
…………………………………
Teman sejati
tidak akan terputus sekalipun telah mati
kita kan bertemu lagi di jannah nanti
dalam naungan rabbul ‘izati

Karena maha penyayang
kita berteman dan saling berkasih sayang
memberi.. sebelum di minta tolong
jujur.. dan tak pernah berbohong

Ya.. inilah pesahabatan hakiki
tak pernah terucap darinya caci maki
apalagi iri dan dengki
bahkan.. jutaan do’a di malam hari
selalu teriringi dari hari ka hari……….

Inilah ma’na teman
inilah ma’na persahabatan
semuanya.. tersirat dalam ukhuwah islamiyyah
yang mampu mengantarkan ke jannah…….
……………………………..

Ya.. kaulah yang mengajarkan semua ini
kehadiranmu dalam hidupku penuh warna warni
kau bak lentera di malam hari
menerangi qalbuku dalam menjalani hidup ini
meneruskan perjuangan suci…
Kini..
sepi ku sendiri
tiada yang lain kecuali harapan tuk bersama lagi
tapi.. aku harus mencarimu ke mana kau pergi……………
ku tak mampu sendiri..
karena aku hidup bukan untuk sendiri
ku ingin bersamamu.. meraih ridho illahi
menaburkan manhajul haq di bumi pertiwi
menghancurkan.. kesyirikkan dan ibadah bid’i
tapi.. aku tak mampu berda’wah seorang diri
aku begitu lemah.. dan tiada arti
ku ingin manapaki perjuangan ini bersama sahabat sejati
karenanya ku tulis sajak ini..
untukmu yang ku cari-cari…..

Sahabatku..
bukankah kau tau..!
haq-haq Alloh telah di nodai oleh orang-orang dungu
prajurit iblis dan penyembah kehidupan semu
mereka adalah pengikut hawa nafsu……..
tiada kata lain.. kecuali kita harus bahu-membahu
berjama’ah.. agar kuat seperti batu
kalau bukan aku dan kamu
siapa lagi yang sudi untuk bersatu………………
jangan diam terpaku..!!!
mari bergerak.. karena peperangan telah bertalu-talu
inilah jiwaku..
setelah kau tinggalkan di ujung waktu
merantau di negeri yang berhamparkan batu-batu
Mari..! bersama denganku
membumikan tauhid dan sunnah di seluruh penjuru…….
Inilah makna persahabatan yang kau ajarkan dulu
sewaktu aku tidak tau………….
sudah tiada kata… untuk menunda waktu
sahabatku..
inilah hakikat perjuangan yang kau ajarkan dulu
karenanya.. ku lukis suara hatiku

Sahabatku.. kita adalah penerus da’wah rasululloh
prinsip hidup kita berasaskan tho’ifah almansuroh
di situlah… kita berkumpul dan berpisah
satu cita dan asa.. tuk meraih kehidupan di jannah

Untukmu… ku goreskan sajak-ku diatas kertas
merangkai kerinduanku yang tiada batas
ku tunggu dirimu di medan perjuangan
kaupun tunggu aku.. karena aku masih di bumi rantauan……
Ya sebentar lagi..
kau akan bersamaku seperti yang dulu lagi
satu kata.. satu langkah..
saling menemani dalam mengemban amanah…..

Untukmu.. ku tulis sajakku walau dengan tulang
mengukir gelora jiwaku untuk segera berjuang
walau cobaan terjal menjulang
ku harap.. kau istiqomah di medan juang
jangan mundur.. walau duka nestapa menerjang
karena memang kau seorang pejuang……
………………………….
Sajak ini…
ku rangkai saat kaum muslimin di tindas kaum tirani
sedang kita hanya menangisi
membaca informasi dan melihat televisi
tanpa realisasi

Derita ini…
takan berakhir sampai kiamat nanti
selama tunduk..menjadi budak yahudi dan nasrani

inilah suara hati…
hamba yang terdzalimi
agar kau sudi mentadaburi
bahwa kita adalah generasi
penerus dakwah para nabi
…………………………..
Bangkit..!! wahai sahabatku
bergerak … terus melaju
jangan mundur walau satu langkah
hingga kiamat tiba.. atau nyawa dan raga berpisah

Inilah impinku..
tiada kata keculi satu
mati syahid di jalan Alloh ta’ala
atau hidup meneruskan da’wah para anbiya dengan hidup mulia

Inilah persahabatanku..
inilah persaudaraanku..
satu naungan.. satu tujuan.. satu cita-cita..
menaburkan manhjnubuwah diseluruh nusantara
mewujudkan masyarakat islami
berasaskan manhaj sunni
………………………….
Abu Syarbini alghifari
kerajaan ratu balqis yaman-16-05-2008

Aku Dimakamkan Hari ini …

Aku Dimakamkan Hari ini ….
Untuk Renungan

Perlahan,
tubuhku ditutup tanah,
perlahan,
semua pergi meninggalkanku,
masih terdengar jelas langkah langkah terakhir mereka
aku sendirian,di tempat gelap yang tak pernah terbayangkan sebelumnya,
dingin dan sendiri,menunggu keputusan…

Istri, belahan hati, belahan jiwa pun pergi,
Anak, yang di tubuhnya darahku mengalir,
tak juga tinggal,
Apalagi sekedar tangan kanan,
kawan dekat rekan bisnis,
atau orang-orang lain,
aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka…..

Istriku menangis,sangat pedih,
aku pun demikian !
Anakku menangis, tak kalah sedih,
Dan demikian aku juga,
Tangan kananku menghibur mereka,
kawan dekatku berkirim bunga dan ucapan,
tetapi aku tetap sendiri disini,
menunggu perhitungan …

Menyesal sudah tak mungkin,
Tobat tak lagi dianggap,
dan ma’af pun tak bakal didengar,
aku benar-benar harus sendiri…
karena ku tahu…
sejak aku lahir
aku tahu….
aku harus mati !!!

Ya Tuhanku,
(entah dari mana kekuatan itu datang, setelah sekian lama aku tak lagi dekat dengan-Nya),
jika kau beri aku satu lagi kesempatan,
jika kau pinjamkan lagi beberapa hari milik-Mu,
beberapa hari saja…
atau beberapa menit saja !

Aku harus berkeliling,
memohon ma’af pada mereka,
yang selama ini telah merasakan zalimku,
yang selama ini sengsara karena aku,
yang tertindas dalam kuasaku.
yang selama ini telah aku sakiti hati nya
yang selama ini telah aku bohongi….

Aku harus kembalikan, semua harta kotor ini,
yang kukumpulkan dengan wajah gembira,
yang kukuras dari sumber yang tak jelas,
yang kumakan, bahkan yang kutelan.
Aku harus tuntaskan janji janji palsu yg
sering ku umbar dulu…..

Ya …. Tuhanku,
beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,
untuk berbakti kepada ayah dan ibu tercinta !

teringat kata kata kasar dan keras yg menyakitkan hati mereka,
maafkan aku ayah dan ibu ,
mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayangMu !

beri juga aku waktu,
untuk berkumpul dengan istri dan anakku,
untuk sungguh sungguh beramal soleh ,
Aku sungguh ingin bersujud dihadap-Mu,
bersama2 degan mereka …

begitu sesal diri ini,
karena hari hari telah berlalu tanpa makna
penuh kesia-sia’an belaka,
kesenangan yg pernah kuraih dulu,
kini tak ada artinya,
sama sekali mengapa ku sia sia’kan saja ,
waktu hidup yg hanya sekali itu
andai ku bisa putar ulang waktu itu …

Aku dimakamkan hari ini,
dan semua menjadi tak terma’afkan,
dan semua menjadi terlambat,
dan aku harus sendiri,
untuk waktu yang tak terbayangkan …

Astaghfirullah hal adzim….
Irhamnaa Ya arhamarrohimmin !
Ya,ghofar,
Ya,Aziz,
Ya,Rohman,
Ya,Rohiim,
Ya,Robbal alamiin.

“[36:54] Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dgn apa yg telah kamu kerjakan !”

Mudah2an bisa menjadi Renungan buat kita semua….
agar kita lebih bijaksana dlm mengarungi bahtera kehidupan yg hanya…
sebentar saja…..

Sabar yang sebenarnya bagaimana sihh

Sabar yg sebenarnya adalah ketika kita mengatakan yg hak & melaksanakannya. Siap menanggung resiko penderitaan dijalan Allah karena mengatakan & mangamalkan kebenaran tanpa berpaling,bersikap lemah,atau lunak sedikitpun.


Sabar yg sebenarnya adalah sabar yg telah dijadikan Allah sebagai buah dari ketakwaan Allah berfirman:
“Sesungguhnya barang siapa yg bertakwa & bersabar , maka sesungguhnya Allah tidak menyia-yiakan pahala orang2 yg berbuat baik” (TQS Yusuf (12): 90)


Sabar yg sebenarnya adalah mereka yg disertakan oleh Allah dgn para mujahid. Allah berfirman: “Dan berapa banyak Nabi yg berperang Ber-sama2 mereka sejumlah besar dari pengikutNya yg bertakwa. Mereka tdk menjadi lemah krena bencana yg menimpa mereka dijalan Allah, Dan tidak lesu & tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang2 yg sabar” . (TQS Ali Imran : 146)


Kesabaran yg sebenarnya adalah kesabaran yg akan semakin memperkuat cita2 & akan mendekatkan kejalan menuju surga, yaitu seperti kesabaran Bilal bin Rabah, Khabah, Dan keluarga Yasir. Sebagaimana sabda Rasul Saw: “Sabarlah wahai keluarg Yasir, sesungguhnya yg dijanjikan bagi kalian adalah Surga”.


Kesabaran yg sebenarnya adalah kesabaran pada saat melaksanakan amar makruf nahi mungkar & tidak lemah meskipun dihadapkan kepada berbagai penindasan tetap dijalan Allah.


Kesabaran yg sebenarnya adalah kesabaran pada saat menjadi tentara bersamakaum muslim yg siap memerangi musuh2 Allah.


Sabar yg sebenarnya adalah yg sesuai dgn firman Allah:
“Kamu sungguh2 akan diuji terhadap hartamu & dirimu, Dan juga kamu sungguh2 akan mendengar dari orang2 yg diberi kitab sebelum kamu & dari orang2 yg mempersekutukan Allah, gangguan yg banyak yg menyakitkan hati,jika kamu bersabar & bertakwa , maka sesungguhnya yg demikian itu termasuk urusan yg patut diutamakan”.
(TQS Ali Imran 86)
Juga dalam ayat2 yg lain : QS Al-Baqarah 155-157, QS Muhammad 31


Sudahkah sabar pada diri kita seperti diatas???????
Hanya diri kita yg tahu,,,,,,,,,
Semoga jadi motifasi & renungan untuk menambah ghirah, jalan menuju Surga.
Wallahu ‘Alam Bishawab.

Disadur dari kitab Min Muqauwimat Nafsiyah Islam

Apakah Pacaran dalam Islam di Perbolehkan.

Allah swt menjadikan bahwa kaum laki-laki membutuhkan keberadaan kaum wanita didalam kehidupannya dan memberikan didalam diri kaum laki-laki kecenderungan kepada kaum wanita begitu pula sebaliknya.

Hal demikian bisa dilihat dari ayat-ayat Allah swt yang meminta setiap laki-laki maupun perempuan untuk menjaga pandangannya dari melihat aurat atau sesuatu yang bisa mengundang fitnah dari diri lawan jenisnya.
Firman Allah swt :

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ ﴿٣٠﴾
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya.” (QS. An Nuur : 30 – 31)

Adanya kecenderungan atau perasaan suka kepada lawan jenis ini menjadikan kehidupan di dunia ini terus berlangsung hingga bergenerasi dan berabad-abad lamanya hingga waktu yang telah Allah tentukan.

Namun demikian islam tidaklah melepaskan kecenderungan, perasaan suka kepada lawan jenisnya dan cara berhubungan diantara mereka begitu saja sekehendak mereka. Islam memberikan batasan dalam hubungan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya demi mencegah terjadinya kemudharatan diantara mereka.

Islam tidak membolehkan menumpahkan perasaan suka diantara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya atau sebaliknya dengan cara berpacaran dikarenakan hal itu memberikan peluang kepada setan untuk membisikkan kalimat-kalimat kotornya kedalam diri mereka yang kemudian bisa membuka pintu-pintu perzinahan.

Firman Allah swt :
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)

Pintu-pintu zina yang tidak jarang muncul dari perbuatan ini (pacaran) adalah memandang lawan jenis yang bukan mahramnya dan tidak jarang disertai dengan syahwat diantara mereka berdua, saling bersentuhan kulit bahkan tidak jarang berakhir dengan perzinahan. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Syauki tentang memandang yang dilarang ini yaitu : “Memandang (berpandangan) lalu tersenyum, lantas mengucapkan salam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji dan akhirnya bertemu.”

Sebagai Penutup,. Berpacaran diperbolehkan kalau sudah MENIKAH, tentunya ini akan sangat Indah.

Wallahu A’lam

Mencintai sejantan ‘Ali

Bismillah....

Kisah pertama ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah. Chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”


Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.
Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta.
Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta.
Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn
’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit.
Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.
Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
Mengagumkan!
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.


Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah.
Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.


”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr.
Kedudukan di sisi Nabi?
Abu Bakr lebih utama,mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.
Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.
Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..

Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..

Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.


”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”


Cinta tak pernah meminta untuk menanti.Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.



Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.

Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.
Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa,seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka,seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab.
Ya, Al Faruq,sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.

’Umar memang masuk Islam belakangan,sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.
Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?
Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?

Dan lebih dari itu,’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.


Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya.
’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.

Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.
Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.

Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya.

Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.
”Wahai Quraisy”, katanya.

”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.

Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau
ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani.
’Ali, sekali lagi sadar.
Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.
Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.
’Umar jauh lebih layak.
Dan ’Ali ridha.


Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.


Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak.
Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?
Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?
Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?
Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?
Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?
Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?


”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”


’Ali pun menghadap Sang Nabi.
Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.
Ya, menikahi.
Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya.
Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?
Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap?
Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.
Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.
Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.


Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”
Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung.

Apa maksudnya?
Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.
Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang.
Tapi ia siap ditolak.
Itu resiko.

Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.
Ah, itu menyakitkan.


”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar t***l! T***l!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”


Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.
Dengan menggadaikan baju besinya.
Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.


Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah.
Dengan keberanian untuk menikah.Sekarang.

Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati.
Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”


Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab.
Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Seperti ’Ali.

Ia mempersilakan.
Atau mengambil kesempatan.
Yang pertama adalah pengorbanan.
Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi,dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)
Fathimah berkata kepada ‘Ali,“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu” Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kisah ini disampaikan disini, bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an

Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu

Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba.

copas from Reynalds Al-Ghurabaa'
original source: http://asmafadhillah.webnode.com/

Mencintai sejantan ‘Ali

Bismillah....

Kisah pertama ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah. Chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”


Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.
Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta.
Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta.
Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn
’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit.
Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.
Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
Mengagumkan!
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.


Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah.
Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.


”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr.
Kedudukan di sisi Nabi?
Abu Bakr lebih utama,mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.
Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.
Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..

Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..

Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.


”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”


Cinta tak pernah meminta untuk menanti.Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.



Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.

Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.
Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa,seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka,seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab.
Ya, Al Faruq,sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.

’Umar memang masuk Islam belakangan,sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.
Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?
Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?

Dan lebih dari itu,’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.


Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya.
’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.

Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.
Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.

Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya.

Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.
”Wahai Quraisy”, katanya.

”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.

Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau
ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani.
’Ali, sekali lagi sadar.
Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.
Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.
’Umar jauh lebih layak.
Dan ’Ali ridha.


Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.


Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak.
Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?
Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?
Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?
Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?
Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?
Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?


”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”


’Ali pun menghadap Sang Nabi.
Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.
Ya, menikahi.
Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya.
Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?
Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap?
Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.
Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.
Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.


Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”
Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung.

Apa maksudnya?
Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.
Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang.
Tapi ia siap ditolak.
Itu resiko.

Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.
Ah, itu menyakitkan.


”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar t***l! T***l!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”


Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.
Dengan menggadaikan baju besinya.
Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.


Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah.
Dengan keberanian untuk menikah.Sekarang.

Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati.
Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”


Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab.
Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Seperti ’Ali.

Ia mempersilakan.
Atau mengambil kesempatan.
Yang pertama adalah pengorbanan.
Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi,dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)
Fathimah berkata kepada ‘Ali,“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu” Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kisah ini disampaikan disini, bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an

Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu

Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba.

copas from Reynalds Al-Ghurabaa'
original source: http://asmafadhillah.webnode.com/

Butir-Butir Kebahagiaan

ketika duduk diantara kesepian sambil memandang gulitanya malam,

berdiam diri dalam gelap di rimba kesunyian pikiran

terbungkus penderitaan yang mengharap ampunan-Mu terbuka

agar masa kini membiarkan masa lalu dengan kenangan

melambai masa depan dengan keikhlasan

di kala kumemandang dengan hati pilu mengiris butir-butir kebahagiaan

saat merasakan derita dan pedihnya penderitaan yang jauh dari-Mu

di dalam keheningan yang diam telah kupasrahkan kepada-Mu

penuh dengan kerinduan yang mensesakkan dada mengharap

kepada-Mu sebuah butir-butir kabahagiaan

di dunia impian dan akhirat kelak

yang mendekap kalbu tersembunyi dalam jiwa

mengharap menemukan sebagian butir-butir dari kebahagian

dalam mengarungi bayangan kehidupan yang melangkah dijalanku

memohon anugerah dan ridho-Mu

tercurah agar dapat menghirup segarnya kehidupan

dalam perjalanan jiwa mengucapkan kata-kata-Mu penuh kegaguman

dengan tetesan air mata

yang menjadi pendamai jiwa dan menggema dalam hati

merasakan butir-butir kebahagiaan

saat kehidupan menerima taqdir kepastian-Mu

Harapan Kasih-Mu

kini kusaksikan apa yang terjadi

dengan dosa-dosa yang telah mengiris jiwa

dan menjerit dalam hati nurani

yang terhampar di samudera luas nun menjulang tinggi

saat jiwa yang terpukau dalam pesona duniawi

kini sebuah tangan terjulur penuh dengan harapan kasih-Mu

di dalam kegelapan yang terkurung oleh malam

di iringi senandung pujian dalam irama yang sunyi

lewat bibir yang mencurahkan seluruh penyesalan

di dalam hati yang bersalah pada-Mu

berdiri di keremangan senja diantara gulitanya malam

mengharap belaian kasih-MU

saat senja terbit bersama ampunan-Mu

agar kasih-Mu bersemayam dalam diri

untuk meniti hidup di jalan-Mu ya Allah

yang menjadi dambaan dan cita-cita

walaupun kucurahkan kegelapan hati ini

di lembah kesepian dan ketakutan

yang terus melangkah tiada henti

hanya harapan kasih-Mu kupinta

untuk kupancarkan fajar senyum di cakrawala-Mu

5.7.10

18 TINGKATAN MANUSIA DI AKHIRAT

peringkat pertama : Ulul azmi, mereka adalah nabi nuh as, nabi ibrahim as, nabi musa as, nabi isa as dan nabi muhammad saw, mereka adalah penghuni paling atas (peringkat tertinggi) dan syafa’at berputar pada mereka hingga mereka menyerahkannya pada penutup para nabi dan rasul nabi muhammad saw.

peringkat kedua : Nabi dan rasul yaitu nabi dan rasul selain ulul azmi ; nabi adam as, nabi idris as, nabi hud as, nabi luth as, nabi shalih as, nabi ismail as, nabi ishaq as, nabi yaqup as, nabi yusuf as, nabi syu’aib as, nabi harun as, nabi yunus as, nabi ayub as, nabi dzulkifli as, nabi ilyas as, nabi ilyasa as, nabi daud as, nabi sulaiman as, nabi zakaria as dan nabi yahya as. Peringkat mereka berdasarkan keutamaan mereka.

peringkat ketiga : Para nabi yang tidak tercantum dalam al-qur’an, mereka memiliki nubuwwah (kenabian) tapi tidak memiliki risalah karena tidak diutus kepada satu ummat, allah swt mengutamakan mereka dengan mengutus malaikat kepada mereka, jumlah mereka dalam riwayat abu dzar ada 100ribuan lebih.

peringkat keempat : Pewaris para rasul dan pengganti mereka dimasing-masing ummatnya. Mereka adalah pengganti rasul, wali rasul, orang-orang pilihan rasul, penjaga rasul dan kelompok yang dijamin selalu berada dalam kebenaran (sahabat) qs an nisa : 69

peringkat kelima : Para pemimpin yang adil. Mereka adalah 1 dari 7 golongan yang akan mendapat perlindungan. Sabda rasul : Sesungguhnya orang yang adil berada pada mimbar-mimbar dari cahaya pada hari kiamat disebelah kanan ar-rahman, dan kedua tangannya adalah kanan, yaitu mereka yang adil dalam pemerintahannya, keluarganya dan jabatan yang diamanahkan kepada mereka –hr muslim-

peringkat keenam : Mujahidin, mereka adalah orang-orang yang berjuang dijalan allah swt qs at taubah : 120

peringkat ketujuh : Ahlul itsar, mereka adalah orang-orang yang senantiasa mendahulukan kepentingan orang lain, bershadaqah dan berlaku baik kepada manusia sesuai dengan kemashlahatan orang yang dibantunya qs 2 : 261, 2 : 274, 57 : 11

peringkat kedelapan : Orang-orang yang allah swt bukakan pintu-pintu kebaikan yang banyak. Mereka adalah orang yang disamping mengerjakan shalat, puasa, haji, tilawah, i’tikaf, dzikir dll. Mereka juga sangat serius dalam meningkatan buku catatan amal perbuatan mereka, seperti amal jariyah yang akan terus mengalir kepadanya walaupun ia telah kembali ke sisi allah azza wa jalla

peringkat kesembilan : Ahlul najat, mereka adalah orang-orang yang hanya sebatas mengerjakan perintah yang wajib dari allah swt. Dan meninggalkan larangan-larangan allah swt. Qs an nisa : 31

peringkat kesepuluh : Orang yang mendapatkan karunia taubat dari allah swt sebelum kematiannya, mereka adalah orang-orang yang telah menzalimi diri dengan dosa-dosa besar namun mereka menutup kehidupannya dengan taubatan nashuha. Qs maryam : 60

peringkat kesebelas : Orang sekali waktu berbuat kebaikan, tapi diwaktu yang lain berbuat kejahatan. Mereka adalah orang-orang yang belum sempat bertaubat dari dosa dan kemaksiatan yang diperbuatnya, akan tetapi setelah ditimbang dosanya lebih ringan dari dari amal kebaikannya sehingga allah swt memasukkannya ke surga qs al a’raaf : 8-9

peringkat keduabelas : Orang amal kebaikannya berimbang dengan keburukannya, mereka adalah orang yang terakhir masuk surga dari kelompok yang tidak api neraka, selama penantian mereka berada di al a’raaf (antara surga dan neraka) qs al a’raaf : 46-47

peringkat ketigabelas : Kelompok yang penuh dengan kemaksiatan dan sangat ringan timbangan amal kebaikannya. Mereka adalah orang yang akan masuk surga namun harus merasakan adzab neraka disebabkan kemaksiatan mereka yang sangat banyak, kemudian mereka mendapatkan syafa’at dari nabi muhammad saw dan masuk kedalam surga

peringkat keempatbelas : Kelompok manusia yang tidak memiliki keimanan, tidak juga ketaatan, tidak kemaksiatan dan tidak pula amal shalih. Mereka adalah orang gila, yang tidak sampai dakwah kepada mereka, orang tuli dan anak-anak orang musyrik yang meninggal waktu kecil

peringkat kelimabelas sampai dengan kedelapanbelas :
Orang munafik zindik, pemimpin kafir, para pengikut kekafiran, golongan jin yang kafir. Mereka adalah makhluk yang kekal didalam neraka allah swt, karena keingkaran mereka dan penolakan mereka terhadap agama allah swt. Qs al a’raaf : 38, al baqarah : 166-167, al hadid : 13-14