Laman

10.4.11

Belajarlah untuk memaafkansaudaramu...

Dari Raja bin Haiwah
diriwayatkan bahwa ia berkata:
“Barangsiapa yang hanya
bersahabat dengan orang yang
(menurutnya) tidak tercela, akan
sedikit sahabat yang dimilikinya.
barangsiapa yang hanya
mengharapkan keikhlasan dari sahabatnya, ia akan banyak
mendongkol. Dan barangsiapa
yang mencela sahabatnya atas
setiap dosa yang dilakukan
mereka, akan banyak memiliki
musuh.” (“Siyaru A’laamin Nubalaa’ IV:557) Dari Humaid Ath-Thawiel, dari
Abu Qilabah diriwayatkan bahwa
ia berkata: “Apabila ada kabar yang tidak mengenakkan dari
saudaramu sesama muslim,
carilah hal yang dapat
memaafkannya sebisa kamu, kalau
kau tak dapati alasan yang tepat,
katakan kepada dirimu sendiri: “Mungkin saudaraku ini memiliki
alasan yang tidak aku
ketahui.” (“Shifatush Shafwah”III:237) Dari Abu Ya’qub Al-Madani diriwayatkan bahwa ia berkata:
“Konon pernah ada persoalan
antara Hasan bin Hasan dengan
Ali bin Al-Husein. Hasan bin
Hasan mendatangi Ali bin Al-
Husein yang kala itu sedang
bersama teman-temannya di masjid. Ia mengungkapkan segala
uneg-uneg yang ada kepadanya.
Sementara Ali sendiri terdiam.
Maka Hasan pun pergi dan pada
malam harinya, Ali mendatangi
rumahnya. Ia mengetuk pintu rumah Hasan. Setelah Hasan
keluar, Ali berkata: “Wahai saudaraku, kalau apa yang engkau
katakan kepadaku benar adanya,
semoga Allah mengampuniku.
Namun kalau yang engkau katakan
tidaklah benar, semoga Allah
mengampunimu. As- Salaamu’alaikum.” Setelah itu ia berlalu. Perawi menyebutkan;
“Setelah itu Hasan mengikutinya
dan memeluknya dari belakang
sambil menangis sampai
terseguk-seguk. Kemudian ia
berkata: “Sudah selesai masalahnya. Aku tidak akan
melakukan lagi hal yang tidak
engkau senangi.” Ali membalas: “Engkau juga sudah kumaafkan atas
apa yang telah engkau katakan
kepadaku.” (“Shifatush Shafwah” II:94) Yunus Ash-Shadafi pernah
menyatakan: “Aku tidak pernah mendapatkan orang yang lebih
jenius dari Imam Syafi’ie, Suatu hari aku berdiskusi dengan beliau
tentang satu persoalan, namun
kami tidak menemukan titik temu.
Beliau lalu menemuiku lagi dan
menggandeng tanganku seraya
berkata: “Wahai Abu Musa, apakah tidak sepantasnya kita untuk tetap
bersaudara, meskipun kita tidak
menemukan titik temu di antara
kita dalam satu masalah?” (“Siyaru A’laamin Nubalaa’” X:16) Dari Yunus bin Abdul A’la diriwayatkan bahwa ia berkata:
“Asy-Syafi’ie pernah berkata kepadaku: “Wahai Yunus, apabila engkau mendengar kabar yang
tidak mengenakkan dari seorang
teman, janganlah lantas terburu
memusuhinya dan memutus
hubungan tali kasih. Karena
dengan demikian engkau akan termasuk orang yang
menghilangkan keyakinannya
dengan keraguan. Tetapi yang
benar, temuilah dia, dan katakan
kepadanya: “Aku mendengar engkau mengatakan begini dan begini.
Ingat, jangan sebutkan secara
mendetail. Apabila ia mengelak,
katakan kepadanya: “Engkau lebih benar dan lebih baik dari yang
kudengar.” Dan jangan perpanjang lagi urusannya. Tapi kalau ia
mengakuinya, dan kamu bisa
melihat ada yang bisa dijadikan
alasan baginya dalam hal itu,
terimalah alasan itu. Namun
apabila engkau juga tidak mendapatkan alasan apapun
baginya, sementara amat sulit
jalan untuk mendapatkannya,
engkau bisa tetapkan bahwa ia
melakukan kesalahan. Setelah itu,
engkau bisa memilih: kalau engkau mau, engkau bisa membalas
dengan yang setara dengan
perbuatannya tanpa menambah-
nambah, dan kalau engkau mau,
engkau bisa memaafkannya. Dan memaafkannya berarti lebih
dekat dari ketakwaan dan lebih
menunjukkan kemuliaanmu.
Sebagaimana Firman Allah: “Dan balasan suatu kejahatan
adalah kejahatan yang serupa,
maka siapa memaafkan dan
berbuat baik maka pahalanya atas
(tangguangan) Allah.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim.” (Asy- Syura : 40). Kalau dengan balasan yang
setimpal engkau masih mendapat
tantangan dari dirimu sendiri,
pikirkanlah kembali kebaikan-
kebaikannya di masa lampau,
hitung semuanya, lalu balaslah kejahatannya sekarang dengan
kebaikan. Janganlah karena
kejahatannya, engkau melupakan
kebaikannya yang terdahulu.
Karena yang demikian itu adalah
kezhaliman yang sesungguhnya, wahai Yunus. Apabila engkau
memiliki teman, gandenglah
dengan tanganmu erat-erat,
karena mencari teman itu susah,
dan berpisah dengannya itu
perkara mudah.” (“Shifatush Shafwah II:252,253″)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukan anda